Kamis, 27 Juni 2013

Tentang Bonus Demografi

Setelah tiga tahun yang lalu saya memutuskan untuk membuang situs blog pribadi saya di http://bagaspati.com/, akhirnya hari ini saya kembali mulai menulis blog jurnal harian. Banyak yang sudah terjadi pada diri saya semenjak hosting Bagaspati saya akhiri. Sekarang saya sudah S.H., sudah jarang naik sepeda menyusuri Bengawan Solo di sekeliling daerah Sukoharjo, dan sudah (harapannya) lebih dewasa dalam mengambil keputusan. Tepat setahun yang lalu, saya lulus fakultas hukum dan setelah sempat gamang ingin meneruskan karir sebagai corporate lawyer, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke pangkuan alma mater dan mencoba meniti langkah karir sebagai dosen.

Sekitar tiga minggu yang lalu, aplikasi beasiswa saya ke Lembaga Pengelola Dana Pendidikan diterima untuk masuk ke tahap seleksi terakhir. Artinya, apabila saya berhasil melalui program pengayaan selama sebelas hari di Jakarta, rencana kuliah saya ke Boston University School of Law sudah tinggal sejengkal lagi dari keniscayaan.





Kemarin (26 Juni 2013) saya memperoleh kesempatan untuk mengikuti materi What, Why, and How To LPDP. Dalam acara ini, Direktur Utama LPDP memberikan berbagai statistik menarik. Pada tahun 2030, Indonesia akan memperoleh bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif dalam piramida penduduk melebihi jumlah penduduk dependen. Secara sederhana, bonus demografi dapat dijelaskan sebagai suatu kesempatan terbatas bagi suatu negara untuk mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi (Nasir & Tahir, 2011). Mengapa terbatas? Sebab setiap populasi pasti terus mengalami transisi demografis di mana setiap rentang usia dalam piramida penduduk secara ajeg dan gradual akan mengalami pertambahan jumlah.

Nasir & Tahir (2011), setelah mempelajari beberapa hasil penelitian dan literatur yang relevan, menyimpulkan bahwa bonus demografi yang disertai dengan kebijakan pro-investasi yang tepat dan konsisten akan memuluskan jalan menuju pengurangan kemiskinan. Apa artinya? Bila sumber daya manusia ini dimanfaatkan dengan baik, maka Indonesia boleh jadi dapat mengulang kembali kesuksesan Amerika Serikat dan Cina, yang mendulang manfaat bonus demografi mereka di era 1970-an dan 2000-an. Salah satu kunci untuk mencapai bonus demografi ini adalah peningkatan jumlah tenaga kerja terdidik dan peningkatan rasio alokasi anggaran riset terhadap PDB. Dan seterusnya. Dan seterusnya.

Saya percaya dengan ramalan-ramalan statistik dan saya percaya bahwa negara kita sedang bergerak ke arah yang benar. Sejak satu dekade yang lalu rakyat telah mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dari APBN. Bukankah ini merupakan bukti nyata bahwa kita telah bergerak di atas rel yang benar? Dan bukankah ini merupakan pertanda bahwa kita telah memiliki visi yang berorientasi pada penduduk yang berpendidikan?

Ada satu caveat yang harus diperhatikan: bahwa seiring dengan bergesernya jumlah penduduk usia produktif ke rentang usia non-produktif, maka dalam beberapa dekade setelah menikmati bonus demografi, penduduk Indonesia akan menjadi penduduk usia tua (aging population). Laporan World Bank (2012) menunjukkan bahwa Sri Lanka yang saat ini sedang menikmati bonus demografi akan memiliki kenaikan jumlah populasi lanjut usia. Puncaknya adalah pada tahun 2041, di mana satu dari setiap empat orang penduduk Sri Lanka adalah manula yang dependen terhadap orang lain. Keadaan ini sudah merupakan realitas bagi Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan Amerika Serikat (Gribble & Bremner, 2012).

Apabila Indonesia mengalami bonus demografi pada tahun 2030, maka setidaknya pada tahun 2070 jumlah manula akan mulai terasa banyak. Akibat dari meningkatnya jumlah manula adalah meningkatnya jumlah penduduk dependen sehingga beban terhadap sistem sosial menjadi meningkat. World Bank menyarankan agar Sri Lanka menjalankan kebijakan yang terencana dan tepat guna, salah satunya dengan cara meningkatkan jaring pengaman sosial dan meningkatkan kebersaingan pasar tenagakerja. Belajar dari saran World Bank ini, sudah seyogyanya Indonesia segera menerapkan kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan bertanggungjawab agar jaring pengaman sosial kita (dana pensiun, jaminan hari tua, santunan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja) berfungsi dengan baik.

Referensi

Gribble, J. N. dan H. Bremner (2012). "Achieving a Demographic Dividend." Population Bulletin 67:2. Population Reference Bureau. Diunduh 27 Juni 2013 dari http://www.prb.org/pdf12/achieving-demographic-dividend.pdf.
Nasir, J. A. dan M. H. Tahir (2011). "A Statistical Assessment of Demographic Bonus towards Poverty Alleviation." Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences 5:1, 1-11.
World Bank (2012). Sri Lanka - Demographic Transition: Facing the Challenges of an Aging Population with Few Resources. Diunduh 27 Juni 2013, dari http://documents.worldbank.org/curated/en/2012/10/17062113/sri-lanka-demographic-transition-facing-challenges-aging-population-few-resources.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar